KITABACA.ID – Sebuah prediksi, orang yang ragu atau bahkan sangat membenci Islam Nusantara bisa jadi rasa cintanya terhadap negeri Indonesia kurang atau bahkan tidak ada sama sekali. Karena Islam Nusantara bukanlah istilah ruwet untuk dipahami. Islam Nusantara bukankah hanya sekedar susunan kata yang awalnya Islam “di” Nusantara. Kemudian kata “di” dihilangkan sehingga menjadi Islam Nusantara. Maka jika persoalannya sudah tidak cinta alias benci dengan Nusantara, inilah yang menjadi sumber perdebatan. Akhirnya istilah Islam Nusantara disoroti habis-habisan dengan berbagai sudut pandang.
Mari kita pahami bahwa Islam adalah agama untuk kasih sayang bagi segenap penghuni alam. Dalam sejarah awal ekspansi Islam di zaman al-Khulafa’ ar-Rasyidun, Islam disebarkan luaskan tidak dengan pedang. Jika sejarah menceritakan pedang dalam Islam, hal itu harus dipahami dalam beberapa hal. Pertama, saat itu bangsa arab baru saja mengalami peralihan dari kebiasaan jahili menuju Islami. Orangnya masuk Islam, tapi kebiasaanya tidak bisa langsung berubah secara total. Bagi orang arab saat itu membawa sajam merupakan karakter bawaan dan lagi tidak ada undang-undang pelarangan membawa sajam. Kedua, saat itu perang dilancarkan dalam rangka “pembebasan (futuh)”. Jadi logikanya, membebaskan bangsa yang sudah terbelenggu dari penjajahan kerajaan, karena mereka sebelumnya bebas, maka harus dibebaskan. Ketiga, saat itu bangsa arab adalah bangsa yang hidup pada zaman yang disekitarnya ramai perang. Saat itu perang menjadi trendsolution. Seiring perkembangan zaman, jika saat ini perang masih menjadi solusi maka tidak disadari telah menjadi manusia trendjahili. Namun perlu dicermati dengan seksama. Apakah Islam tersebar dengan pedang?
Allah berfirman dalam al-Qur’an surat surat al-Anbiya ayat 107
وما أرسلناك اÙلا رØمة للعالمين
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi sekalian alam”
Kerahmatan Islam diperuntukan kepada seluruh alam. Keseluruhan tersebut tidak berpihak kepada siapapun atau apapun. Semuanya bagi Islam menjadi sasaran dakwah yang berharga. Dalam keseluruhan tersebut, di dalam alam tersimpan beragam bentuk, karakter dan kearifan lokal kehidupan. Maka untuk keseluruhan itu, tentulah Allah s.w.t sudah mempersiapkan “Rahmat Raksasa” yang di dalamnya tersimpan berbagai model rahmat sesuai dengan kebutuhan alam. Alam setiap negeri yang satu dengan yang lain pasti berbeda baik dari aspek iklim, ekosistem maupun makhluknya yang bernama manusia. Manusia adalah makhluk terunik dari ciptaan Allah yang memiliki beragam karakter. Hubungan manusiapun dengan alamnya memiliki hubungan interkoneksi. Sehingga tidak heran jika postur manusia disetiap negeri memiliki perbedaan.
Yang berhubungan dengan rahmat memiliki makna sebuah pemberian dan tujuan tanpa ada perbedaan sesuai dengan sifat “ar-Rahman”-Nya yang mencakup siapapun. Hal senada disampaikan oleh Nabi Muhammad dalam sabdanya:
يا أيها الناس إنما أنا رحمة مهداة
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan Allah)”.( Lihat al-Musnad al-Jami’ karya al-Darimihal. 98)
Di Nusantara, NU sebagai organisasi keagamaan menempatkan Islam Rahmatal lil ’alamin sebagai ciri beragamannya yakni ciri diniyah.(Lihat Khittah Nahdliyah karya KH. Ahmad Siddiq), NU didirikan untuk meningkatkan mutu pribadi-pribadi Muslim yang mampu menyesuaikan hidup dan kehidupannya dengan ajaran agama Islam serta mengembangkannya sehingga terwujudlah peranan agama Islam dan para pemeluknya sebagai Rahmatal lil ‘alamin. Kemudian hal itu menjadi pola dakwah NU yang mengedepankan tawasut (moderat), I’tidal (tegak), tasamuh (toleran) dan tawazun (seimbang) yang menjadi ciri khasnya.
والله الموفق إلى أقوم الطريق
والله أعلم بالصواب