KITABACA.ID – Menukar uang cetakan lama dengan cetakan baru merupakan salah satu tradisi yang terjadi pada masyarakat menjelang hari raya fitri. Tidak hanya di lembaga keuangan, jasa penukaran uang baru kerap sekali ditawarkan di pinggir-pinggir jalan dan bahkan banyak sekali yang menawarkan di sosial media. Tidak sedikit para peneyedia jasa penukaran uang menawarkan tarif tukar dengan nominal tertentu, misalkan, setiap orang menukar uang baru sebesar 1.000.000 dikenakan tariff 10% dari jumlah uang yang ditukar yaitu 1.000.000 + 10% = 1.100.000. dan bagaimana hukum menukar uang baru seperti contoh tersebut?
Islam sudah mengatur tentang pertukaran barang dengan jelas dan rinci. Sebagaimana yang disampaikan alqodhi abu suja’ rohimahullah dalam matan taqrib halaman 13 sebagai berikut:
وَالرِّبَا فِي الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ وَالمَطْعُوْمَاتِ وَلاَ يَجُوْزُ بَيْعُ الذَّهَبِ بِالذَّهَبِ وَالفِضَّةِ كَذَلِكَ إِلاَّ مُتَمَاثِلاً نَقْدًا وَلاَ بَيْعُ مَا ابْتَاعَهُ حَتَّى يَقْبِضَهُ وَلاَ بَيْعُ اللَّحْمِ بِالحَيَوَانِ وَيَجُوْزُ بَيْعُ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ مُتَفَاضِلاً نَقْدًا وَكَذَلِكَ المَطْعْوُمَاتِ لاَ يَجُوْزُ بَيْعُ الجِنْسِ مِنْهَا بِمِثْلِهِ إِلاَّ مُتَمَاثِلاً نَقْدًا وَيَجُوْزُ بَيْعُ الجِنْسِ مِنْهَا بِغَيْرِهِ مُتَفَاضِلاً نَقْدًا وَلاَ يَجُوْزُ بَيْعُ الغَرَرِ.
Artinya: Riba beralaku pada emas, perak, dan baha makanan. Tidak boleh menjual emas dengan emas, begitu juga perak dengan perak kecuali dengan harga semisal dan dibayuar tunai. Seseorang tidak boleh menjual barang yang dia beli dia menerimanya. Begitu juga, tidak boleh menjual daging dengan hewan yang masih hidup. Boleh menjual emas dengan perak dalam nilai yang berbeda, asalkan dibayar tunai. Begitu juga dengan makanan. Tidak boleh menjual makan dengan makanan yang sejenis kecuali jika sebanding dan dibayar tunai. Boleh menjual makanan dengan makanan jenis lainnya jika nilainya berbeda dan dibayar tunai. Tidak boleh melakukan jual beli gharar (ketidakpastian) (Taqrib;13)
Tukar menukar barang sejenis dalam hal ini uang nilainya harus sama dan dilakukan secara tunai. Jika dalam penukaran ada selisih maka selisihnya itu disebut riba dan hukum riba adalah haram, sebagaiamana allah berfirman dalam alqur’an sebagai berikut:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya: Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Al Baqarah ayat: 275)
Kenyataan yang terjadi dimasyarakat, konsumen menukar uang baru dengan jumlah terntentu dikenai tambahan atau potongan dalam transaksi yang menjadikan nilai tukarnya tidak sama. Misalkan menukar pecahan uang seratus ribu dibayar dengan seratus sepuluh ribu, atau dipotong menjadi sembilan puluh ribu.
Ada perbedaan pendapat mengenai hukum menukar uang baru yang saat ini terjadi, diantaranya ketika tansaksi penukaran uang baru ma’qud ‘alaih (obyeknya) adalah uang maka hukumnya menjadi haram karena nilainya melebihi dari nilai tukar, tetapi jika dalam transaksi penukaran membayar biaya jasa penyedia uang baru, maka hukumnya halal karena praktik ini tergolong dengan akad ijarah (sewa jasa penyedia barang). Sedangkan definisi dari ijarah ini sebagaimana yang jelaskan oleh KH Afifuddin Muhajir dalam kitab Fathul Mujibil Qarib halaman 123 sebagai berikut:
وَالإِجَارَةُ فِي الحَقِيْقَةِ بَيْعٌ إِلاَّ أَنَّهاَ قَابِلَةٌ لِلتَّأْقِيْتِ وَأَنَّ الْمَبِيْعَ فِيْهَا لَيْسَتْ عَيْناً مِنَ اْلأَعْيَانِ بَلْ مَنْفَعَةً مِنَ اْلمنَافِعِ إِمَّا مَنْفَعَةِ عَيْنٍ وَإِمَّا مَنْفَعَةِ عَمَلٍ
Artinya: Ijarah (sewa) sebenarnya adalah jual-beli, hanya bedanya ijarah menerima pembatasan tempo. Produk pada ijarah bukan pada barang, tetapi manfaat (jasa) dari sebuah barang atau jasa dari sebuah tenaga (aktivitas)) Fathul Mujibil Qarib: 123(.
Pembayaran jasa ini disebutkan dalam firman Allah tentang jasa penyedia ASI, bukan melakukan transaksi jual beli ASI, sebagaimana firman Allah dalam surat At-Thalaq ayat 6 sebagai berikut:
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ ۚ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۖ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ ۖ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَىٰ
Artinya: Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (At-Thalaq ayat:6)
Sebagaimana yang disampaikan juga oleh Abu Bakar Al-Hishni dalam kitab kifayatul akhyar halaman 459 tentang, Allah SWT mengaitkan upah disitu sebagai aktifitas menyusui, bukan pada menjual ASI, sebagai berikut:
قَالَ تَعَالَى {فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَأٰتُوهُنَّ أُجُوْرَهُنّ} عَلِّقِ الْأُجْرَةَ بِفِعْلِ الْإِرْضَاعِ لَا بِاللّبَنِ. وَهَذَا كَمَا إِذَا اسْتُأْجِرَ دَارٌ وَفِيْهَا بِئْرُ مَاءٍ يَجُوْزُ الشِّرْبُ مِنْهَا تَبْعًا
Artinya: Allah berfirman (maka jika mereka itu menyusui anak untuk kamu maka berikanlah mereka upah). Dia menggantungkan upah dengan perbuatan menyusui bukan dengan susu. Ini seperti dia menyewakan rumah dan didalmnya ada sumber mata air, maka boleh meminumnya ) kifayatul akhyar: 459(
Dari keterangan diatas sudah jelas bahwa memberikan upah pada jasa penyedia uang baru dianalogikan sebagai memberi upah pada jasa penyedia ASI (air susu ibu). Sehingga hukum dari tukar menukar uang baru dengan biaya jasa tukar diperbolehkan oleh syariah.
Dalam menentukan besaran tarif jasa penukaran uang harus melakukan kesepakatan kedua belah pihak yang bertransaksi. Keduanya harus saling sepakat dan ridho dengan besaran tarif yang ditentukan. Sehingga penukaran uang ini tidak tergolong kategori riba, karena nilai yang ditukar adalah sama, hanya saja membayar jasa penyedia uang.
Ketika menggukan jasa penukaran uang dalam mencari uang baru pecahan kecil maka dalam proses bertransaksi diniatkan praktik tersebut sebagai akad ijarah. Sehingga kelebihan uang yang diberikan tidak termasuk riba, akan tetapi sebagai upah atas jasa yang telah diberikan oleh pemilik jasa pertukaran uang baru, supaya lebih hati-hati dalam melakukan transaksi yang dilakukan setiap harinya, agar terhindar dari MAGHRIB (Maisir, Haram, dan Riba).