KITABACA.ID-Sampai saat ini masih banyak yang bertanya tentang tasawuf. Pertanyaannya terkait orisinalitas tasawuf sebagai “produk” agama islam. Ada yang mengatakan bahwa praktek tasawuf banyak berasal dari agama lain. Apakah benar tasawuf adalah anak yang lahir dari rahim agama Islam? Apakah Rasulullah SAW mengajarkan tentang tasawuf? Apakah ada hadits atau nash Al-Qur’an yang mengajarkan tentang “laku” yang diterapkan dalam tasawuf?. Semua pertanyaan tersebut menjadi alat untuk menyerang tasawuf yang dianggap keluar dari agama Islam dan tidak logis.
Jika kita mendekati tasawuf dengan pengetahuan, maka yang kita hasilkan adalah pengamatan tentang kulit. Ini mengakibatkan kesimpulan yang tidak komprehensif. Jika kita melihat orang yang berpakaian compang camping, bau badan tidak wangi, selalu berjalan kaki meskipun ada sarana transportasi, secara langsung akan menyimpulkan bahwa begitulah tasawuf. Jika kita menonton televisi tentang sejarah Sunan Kali Jogo yang berpakaian ala masyarakat jawa dengan berbagai kesaktian yang ditampilkan, maka pengamatan kita secara langsung akan menghasilkan materi lahir yang diperankan oleh pemeran sosok Sunan Kali Jogo, tidak lebih. Begitulah jika memahami tasawuf dengan menggunakan alat yang tidak sesuai(akal). Memahami Tasawuf harus menggunakan hati. Dalam term masyarakat jawa, hati yang dimaksud adalah “rasa”.
Alhasil, untuk memahami tasawuf perlu mendudukkan posisi hati dan akal secara proporsional. Penggunaan hati harus lebih dominan dari pada penggunaan akal.
والله أعلم بالصواب