Related Articles
KITABACA.ID – Al-Qur’an diturunkan oleh Allah kepada umat manusia dijadikan sebagai petunjuk, penjelas, dan pembeda. Al-Qur’an selalu dijadikan sebagai pedoman dalam setiap aspek kehidupan dan al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam. Untuk mewujudkan fungsi al-Qur’an, mufassir harus mendalami makna firman Allah SWT saat menafsirkan al-Qur’an. al-Qur’an memberikan kemungkinan-kemungkinan arti yang tak terbatas. Kesan yang diberikan oleh ayat-ayatnya mengenai pemikiran dan penjelasan pada tingkat wujud adalah mutlak. Dengan begitu Al-Qur’an selalu terbuka untuk ditafsirkan dan tidak ada monopoli tafsir.
Sebagai usaha untuk memahami serta menjelaskan maksud Al-Qur’an, tafsir mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Perkembangan ini sejalan dengan perkembangan sosial, budaya, politik dan ilmu pengetahuan manusia. Boleh dikatakan bahwa corak penafsiran al-Qur’an adalah hal yang tak dapat dihindari.
Kita ambil contoh tafsir pada abad pertengahan. Pada abad tersebut, spesialisasi yang menjadi basis intelektual mufassir sangat mendominasi karena keanekaragaman corak penafsiran sejalan dengan disiplin ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat itu. Ini terjadi karena minat para mufassir pada saat itu berpusat pada kepentingannya.
Di sisi lain, ilmu yang berkembang pada abad pertengahan bersentuhan dengan ilmu fikih, ilmu kalam, ilmu tasawuf, ilmu bahasa dan sastra, serta filsafat. Karena minat keilmuan ulama itu berbeda-beda dan cenderung pada disiplin ilmu tertentu yang digunakan dalam memahami al-Qur’an, bahkan beberapa diantaranya sengaja mencari dasar yang melegitimasi teori-teorinya dari al-Qur’an. Kemudian, bermunculan berbagai corak tafsir seperti tafsir fiqhi, tafsir sufi, tafsir ‘ilmi, tafsir falsafi dan lain sebagainya. Bahkan sekarang ini tafsir masih berkembang seperti tafsir feminis atau jender, hermeunetika dan lain sebagainya(Izzan, 2011:199).
Wallaahu A’lamu bi al-Shawab
