kewaskitaan jiwa
kewaskitaan jiwa. meditasi, sumber : https://redaksiindonesia.com/

Kompas Islam Nusantara (16); Kewaskitaan Jiwa

KITABACA.ID-Tubuh manusia tergabung dari susunan jasad dan jiwa (fisik dan non-fisik). Dua bagian tersebut menjadi satu bagian yang terhubung satu sama lain. Jika sebagian merasa nikmat maka sebagian yang lain ikut merasakan nikmat. Dan jika sebagian merasa sakit maka sebagian yang lain ikut merasa sakit.

Antara jasad dan jiwa memiliki hubungan simbiosis mutualisme yaitu hubungan yang saling menguntungkan. Jiwa yang kuat akan memberikan kekuatan kepada jasad dan jasad yang kuat akan memberikan semangat kepada jiwa.

Ada semboyan populer dari bahasa latin kuno yang berbunyi “Mens Sana In Corpore Sano”, artinya di dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang kuat. Sebetulnya semboyan ini adalah penggalan kalimat. Lengkapnya adalah Orandum est ut sit Mens Sana in Corpore Sano (Hendaklah kamu berdoa agar ada jiwa sehat dalam tubuh yang sehat).

Ini sebuah syair, gubahan dari seorang penyair Romawi, Decimus Iunius Juvenalis. Inti dari semboyan tersebut adalah doa. Semboyan di atas mirip dengan mahfuzhat

العقل السليم في الجسم السليم

Dua peribahasa di atas terbiasa diterjemahkan dengan “Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”. Tanpa bermaksud menyalahkan terjemahan yang terlanjur terkenal itu, terjemahan tersebut terbalik. Harusnya mengikuti redaksi yang ada, sehingga terjemahannya “Di dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang kuat”.

Jiwa dulu baru tubuh. Karena kalau terbalik ada resiko pertanyaan lucu dari orang-orang yang senang humor. Terkadang ada pertanyaan iseng, kenapa orang gila sehat padahal jiwanya sakit?

Pertanyaan di atas sebetulnya iseng, tapi ada hikmahnya. Minimal menata logika. Kalau dipikir, mana mungkin orang yang jiwanya sakit badannya bisa sehat? Memang sekilas, badannya orang gila kelihatan sehat, tapi pada saat yang sama badannya orang gila tidak terurus, kotor, lusuh dan “menjijikkan”.

Itukah yang namanya sehat? Pernahkah mendengar orang gila mengeluh sakit? Rasanya juga belum pernah mendengar. Ya mana mungkin mengeluh sakit. Orang gila tidak mampu mengeluhkan sakit badannya, karena mengurus jiwanya saja sudah tidak mampu. Sakit apapun dalam badannya tidak terasa karena jiwanya sudah rusak centang perenang. Kutub saraf pikirnya sudah tidak karuan arahnya.

Jiwa dan jasad merupakan dua unsur yang sama-sama penting dan berharga, harus dibentuk dan dipelihara dengan baik. Nabi Muhammad adalah Nabi yang sempurna jiwa dan jasad.

Nabi Muhammad menganjurkan pembentukan dan pemeliharaan dua unsur tersebut. Dan cara Nabi ialah mendahulukan pembentukan jiwa baru kemudian jasad meskipun tetap dalam satu paket kerja sehingga hasilnya imbang.

Jiwa dan jasad sebagai ciptaan Allah memiliki potensi-potensi yang dahsyat yang terkadang tidur dan harus dibangunkan. Setiap ruas-ruas susunan tubuh memiliki kekuatan besar karena dalam setiap ruas tersebut tersimpan jiwa.

Jiwa tersebut bersemayam di sudut-sudut ujung rambut sampai ujung kaki. Badan bisa bergerak karena ada jiwa dan sebaliknya. Jiwa dan badan menjadi baik, jika keduanya sudah “stel”. Jiwa dan raga yang stel ini tidak dicapai oleh semua orang, hanya orang-orang tertentu yang dapat anugerah ini.

Para ulama tulen, khususnya di negeri Nusantara raya ini memberikan perhatian serius terhadap ke-stel-an jiwa dan raga ini. Dalam ilmu jawa kuno dikenal istilah “sedulur papat limo pancer”.

Pendalaman ilmu kuno tersebut tidak lain untuk membentuk jiwa dan raga yang baik sehingga menjadi manusia setlle. Jika manusia sudah stel atau settle maka dirinya akan mampu berinteraksi dengan baik terhadap alam sekitarnya dan di atas tata aturan yang seharusnya, sehingga hidup menjadi gayeng.      

Manusia yang stel ini sebagai gambaran manusia yang potensinya hidup dengan optimal. Sebagaimana sosok baginda Nabi Muhammad s.a.w. Seluruh potensi tubuhnya hidup dengan sempurna. Dirinya mampu mengetahui yang rahasia dan samar-samar serta doanya mustajab. Manusia agung, jiwanya waskita.

عالم السر وأخفى مستجيب الدعوات

“Mengetahui yang rahasia dan samar, terkabul doa-doanya”

Manusia yang waskita identik dengan kelemah-lembutan, mendahulukan hati dan perasaan dan jika berdakwah mendahulukan seni. Para wali songo adalah pejuang Islam yang gandrung seni, sehingga mereka sebagai da`i yang “seniman” bukan “seniwen”.

Dakwah dengan bersikap seniman akan menghasilkan laba yang melimpah. Sebaliknya, dakwah dengan bersikap seniwen akan meruntuhkan sendi-sendi dakwah itu sendiri.

Jiwa waskita memiliki lorong pembuka untuk melihat rahasia dibalik gundukan jagad raya yang seakan tak bertepi ini. Lorong yang halus sehalus-halusnya, sehalus putaran alam yang seakan tak terasa dari suara gemuruhnya di balik sana.

Dzat yang akan dirasakan di balik jagad ini adalah Dzat Maha Halus di atas mega-ultra. Sesuatu yang sangat keraspun akan lemas jika berhadapan dengan zat mega-ultra apalagi dengan Dzat Yang Tak Terhingga.

لا تدركه الأبصار وهو يدرك الأبصار وهو اللطيف الخبير ( الأنعام: 103)

“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui”.

والله الموفق إلى أقوم الطريق

About Nur Yasin

Check Also

islam nusantara

Kompas Islam Nusantara (14); Menjaga Kestabilan Hati

KITABACA.ID – Segala puji bagi Allah s.w.t. atas segala anugerah-Nya. Hidup adalah anugerah-Nya yang harus disyukuri …