KITABACA.ID-Jauh sebelum tahun masehi prinsip dasar asuransi sudah dikenal oleh masyarakat kuno. Mereka memberikan nama pada asuransi tersebut dengan nama Hukum Laut. Pada masa itu perahu-perahu pada malam hari sulit untuk mendarat karena gelap. Dalam rangka mengawasi pendaratan tersebut disepakati adanya perorangan yang bertugas melempar sesuatu ke dalam laut. Ini bertujuan agar laut tenang dan para nelayan bisa dengan mudah mendarat.
Karena usaha perorangan tersebut dinikmati oleh para nelayan maka mereka bersepakat untuk memikul bersama (berkontribusi) setiap hal yang dikorbankan dalam proses mendapat manfaat tadi. Hal itu kemudian menjadi prinsip dasar asuransi secara umum, a common contribution for the common good.
Pada zaman modern, tepatnya abad XIX setelah revolusi industry asuransi modern tumbuh berkembang secara luas di Eropa. Pada saat itu harapan kehidupan yang lebih baik mulai tumbuh akan tetapi harapan tersebut dibarengi oleh peningkatan resiko dalam kehidupan keluarga. Cara hidup tradisional yang bertumpu pada pertanian lebih stabil dan pendapatan jangka panjang lebih pasti dari pada cara hidup industrial. Ketidak pastian dalam kehidupan yang berbasis industry tersebut mendorong munculnya asosasi yang bertujuan memikul berbagai macam resiko yang mungkin dihadapi oleh anggota dari kelompok yang disebabkan oleh industrialisasi.
Asosiasi tersebut berkembang cukup pesat di beberapa negara misalnya; Denmark, Swedia, Jerman, Belanda. Fenomena tersebut bisa dilihat dari muncul berbagai kelompok yang berupaya secara Bersama-sama dalam membantu anggota kelompok yang mengalami sakit. Ini kemudian disebut dengan sick clubs. Di Negara Inggris ada perkumpulan pedagang yang secara bersama-sama sepakat untuk menanggung bermacam resiko yang menimpa anggotanya dalam menjalankan usaha perdagangannya. Kelomok tersebut diberi nama Friendly Societies dan Saturday Funds. (lihat Hasbullah Tahbrany; 2014, Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta. Raja Grafindo. 2014 hal. 21).
Di Indonesia asuransi Kesehatan berkembang sangat lambat jika dibandingkan dengan asuransi serupa di beberapa negara ASEAN. Penyebab lambatnya perkembangan asuransi kesehatan tersebut secara teoritis disebabkan rendahnya permintaan (demand) dan pendapatan penduduk, rendahnya kemauan pemerintah, belum naiknya budaya berasuransi, kualitas pelayanan Kesehatan yang kurang baik dan kepastian hukum yang tidak jelas.
Secara umum masyarakat Indonesia adalah pengambil resiko Kesehatan dan kematian. Dalam kehidupan mereka Kesehatan dan kematian dilihat dari kaca mata religious dan dianggap sebagai takdir Tuhan. Hal tersebut berpengaruh pada rendahnya kesadaran untuk memiliki asuransi kesehatan.
Cara pandang tersebut diikuti oleh kondisi ekonomi penduduk Indonesia yang pendapatan per-kapita sekitar USD 1.000 per tahun. Kondisi tersebut tidak memungkinkan penduduk Indonesia untuk membeli asuransi Kesehatan
Permintaan yang rendah menyebabkan tidak banyak perusahan asuransi yang menawarkan asuransi Kesehatan. Perkembangan dan distribusi fasilitas Kesehatan yang kurang merata menjadi pertimbangan berikutnya. Selain itu, regulasi maupun political will dari pemerintah untuk memperkenalkan asuransi pada masyarakat melalui perizinan asuransi komersial, kepastian hukum berbisnis asuransi dan pengembangan asuransi Kesehatan bagi masyarakat cukup lambat.